Tuesday, April 4, 2017

HURT


Ia terbangun diantara rerumputan, berdiri tegak. Sejauh mata memandang yang  ia lihat hanya padang rumput yang sangat luas dengan cahaya yang sangat terang. Ia tak tahu dimana ia berada. Diantara rerumputan dan di bawah birunya langit. Ia berjalan linglung tanpa arah.  Berusaha mencari sosok-sosok orang yang ia kenal. Ia berlari dan terus berlari.

Seketika itu ia dikagetkan oleh sesosok laki-laki yang muncul dari balik rumput. yang menyentuh pundaknya. Dan ia pun berbalik melihatnya. Ia sangat terang karena cahaya matahari terpantul dari wajahnya. Semakin lama wajahya semakin jelas. Dan ia pun memeluknya sembari meneriakkan namanya,

“Vitooo...Are you oke bro? We miss you so much. Pulang yuk, ibu uda nungguin kita di rumah.”
Ia berbicara panjang lebar, namun sosok Vito  hanya menatapnya diam

Namun seketika itu Vito berjalan menjauh, menjauh dari pandangannya. Ia ingin berlari mengejarnya. Tapi suara ibu memanggil. Ia melepaskan tangannya dan menatap ke belakang, tapi ia belum melihat mereka. Lalu ia kembali menatap Vito di depan, tapi ia sudah menghilang tanpa ia tahu kemana perginya. Ia pun kembali terjatuh di tempat itu.

Saat ia membuka mata, ia bertanya pada dirinya, dimana ia? Bukankah ia di padang rumput. Kenapa ia disini. Alat apa yang menyelubungi dirinya saat ini. Ia melihat Bunda tertidur di sebelah. Ia ingin berteriak memanggil namanya, tapi tak ada satu kata pun yang bisa terucap.  Mata terbuka tapi ia tak mampu berkata. Tubuhnya dipenuhi dengan seperangkat alat yang entah apa ini namanya, bahkan berbicara pun ia tak sanggup. Ia hanya meneteskan air mata. Tangannya berusaha bergerak meraih tangan bunda. Perlahan-lahan hingga akhirnya ia bisa meraih tangan beliau. Hingga beliau membuka matanya. Beliau menatap dengan air  mata bahagia. Ia hanya mendengar beliau memanggil para dokter. Hingga akhirnya ia menatap kepergian bunda dan melihat para dokter berbaju putih mengelilingi dirinya yang terbaring lemah.

Mereka menatap, mencoba mengajaknya berbicara, ia pun berusaha berkata dengan pelan. Lalu mereka mulai melepas satu persatu alat yang menempel di tubuhnya, hingga akhirnya ia bisa sedikit bergerak bebas.Ia tak terlalu mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Ia hanya ingat terakhir kali ia masih berada di atas gunung. Bersama perihnya luka dan dengannya.

“Bunda...”katanya terbata-bata..
“iya Vino..syukurlah kau sudah sadar. Apa kau mau sesuatu?”
“Apa ada yang ingin Bunda tanyakan? Maafkan Vino Bun. Vino nggak pernah dengerin kata Bunda”
“Sudahlah, jangan banyak bicara dulu. Kondisimu belum pulih. Istirahatlah.” Kata beliau dengan senyum merekah di pipinya.


Ia hanya berfikir kali ini mungkin Bunda tersakiti lagi karena ia, berulangkali ia mencoba tidak membuatnya khawatir tapi yang terjadi 180 derajat berbeda. Ia hanya membuatnya menangis dan tidak tidur hanya untuk menemaniku yang terbaring. Saat ini tak ada kata yang bisa ia ucapkan, Vino mencoba untuk memejamkan mata sejenak.Ia masih sadar, hanya mata saja yang terpejamkan. Bayangan di gunung kembali menghantuinya. Rasanya menyesakkan dada. 

Monday, April 3, 2017

Kenangan

Tak semudah yang kukira
Melupakanmu...
Menghapus bayangmu
Caramu tersenyum
Caramu memandang
Semua masih sama
Terukir jadi kenangan indah
Kau diam
Tanpa banyak kata
Menjadi awal kecanggungan
Bimbang...
Ragu...
Sungguh itu aku
Caramu berpikir
Perubahan sikapmu
Tak pernah kumengerti
Semua berubah
Sekejap kau pergi
Menghilang tanpa kata
Tak ada lagi teman
Jarak sudah terbentang
Yang tersisa hanya kenangan
Tak ada lagi dirimu dipihakku
Tak ada lagi dirimu yang menemani
Kenyataaanku itu bercandamu
Bercandaku kenyataanmu
Semua sudah berbeda
Hanya tersisa kenangan antara kita

WELCOME 2017

Lama gk ngisi halaman blog..waktunya kembali menulis...