Wednesday, August 26, 2015

GOODBYE JAPAN!



Takdir itu sesuatu yang tak bisa ditebak, bahkan ketika saat ini aku bisa berdiri di sini. Di suatu tempat yang jauh dari tanah kelahiranku, negeri sakura. Dulu tempat ini  hanya ada dalam impian dan setiap tulisan yang aku impikan. Tapi hari ini takdir mengingatkanku bahwa impian ada untuk diraih, dan hari ini aku berada di tempat impianku. Musim dingin menjadi hal asing bagiku. Dingin menusuk tulang seperti berada dalam lemari es. Ah, entahlah. Selama aku hidup di Indonesia aku tak pernah merasakan dingin yang seperti ini. Walaupun aku sudah memakai pakaian tebal rangkap 3 dan juga jaket wol, tetap saja masih dingin. Rasa malas menghampiriku. Kaki ini rasanya lelah dan malas untuk membuka pintu. Membayangkan betapa dinginnya cuaca di luar apartemenku ini. Tapi, hari ini aku harus bertemu sensei di kampusku. Astaga, aku belum bilang kalau aku adalah salah satu mahasiswa S2 di Universitas Kumamoto. Dan seperti inilah aktifitasku setiap hari, tidur di apartemen, kampus dan juga kerja part time. Orang bilang ini melelahkan, tapi sungguh ini sangat menyenangkan. Bayangkan saja kita bisa sekalian mencari uang disini. Sayangnya, disini mencari makanan halal sangat susah, mau tidak mau harus menyediakan makanan sendiri. Padahal kuliner di Jepang itu sangat banyak dan terlihat enak.
Baru selangkah di depan apartemen aku sudah merasakan dingin, walau salju sudah tak deras lagi. Segera kukayuh sepedaku mendatangi jurusan Teknik Kimia Universitas Kumamoto. Tak perlu memakan waktu lama untuk sampai di depan tempat tujuanku. Segera ku parkir sepedaku dan bergegas masuk ruang laboratorium.
“Ohayo Gozaimasu”, salamku pada orang-orang bermata sipit yang ada di laboratorium. Semuanya berwajah hampir sama, karena semua bermata sipit. Termasuk aku. Walaupun aku orang Indonesia yang notabene-nya orang jawa tulen, tapi mataku sipit juga mungkin kelamaan pakai kacamata kali ya. Jadi ketika bersama mereka berasa bertemu saudara hehehe..
“Ohayo Gozaimasu Tata-chan, pagi sekali datangmu hari ini”, sapa seorang Sumi chan, pria jepang pintar berwajah tampan dan selalu dikejar para gadis.
“Ah iya, aku harus bertemu sensei hari ini untuk progress masalah penelitan ini. Sudahkah kau melihat sensei Sumi-chan?”tanyaku
“ Sepertinya belum datang. Tata chan sebaiknya kau membantuku terlebih dulu untuk membereskan coklat-coklat ini. Kau mau?”
“Astaga, banyak sekali. Apakah kau membeli coklat sebanyak ini?”
Tak lama terlihat seorang gadis masuk ke ruangan kami beramai-ramai memberikan sepotong coklat untuk Sumi chan. Aku hanya melirik Sumi Chan dan dia memandangku sambil menganggukan kepalanya seakan ia mengerti apa yang aku pikirkan. Astaga, mereka semua datang hanya untuk memberikan coklat untuk Sumi. Setelah mereka pergi barulah Sumi angkat bicara.
“Kenapa kau hanya bengong Tata chan? Apa kau mau coklat? Kalau kau mau makan saja. Aku bukan penggila coklat dan para gadis itu selalu memberiku setumpuk coklat di hari valentine. Baiklah, kupikir diammu mengatakan iya, ini untukmu Tata chan, selamat hari valentine”
“Ehm, aku terima coklatmu sebagai pemberian biasa karena aku tak merayakan valentine. Thanks buat coklatnya. Oiya Sumi, bukankah kau sedang menjalin hubungan dengan Yura chan? Apakah dia tak marah padamu kalau kau menerima coklat pemberian dari gadis lain?
“ Ah, kau belum tahu. Aku sudah berpisah dengan Yura chan seminggu yang lalu. Makanya para gadis itu datang menghampiriku.
“Oh, maaf. Bukan bermaksud.....” Belum selesai aku berbicara ada panggilan telepon dari sensei yang menyuruhku segera menghadap. Dan kutinggalkan Sumi chan di lab sendirian.
***
Yoshuka Sumigawa
            Gadis yang lucu. Lucu sekali dan juga polos. Mata yang hitam tapi tak jauh seperti mataku yang sipit. Tapi dia berbeda dengan gadis lainnya yang pernah kukenal. Dia lebih senang menutup dirinya dan juga kepalanya. Dia tidak minum soju, juga tidak makan sembarang makanan. Yang kutahu setiap hari ia membawa kotak bekal. Selain itu juga di suatu waktu ia bersujud. Aku tak mengerti. Ia begitu percaya akan Tuhannya, sungguh berbeda denganku yang bahkan aku tak mengerti siapa Tuhan itu. Aku hanya hidup untuk diriku. Tapi entah kenapa bayangnya selalu membayangiku sejak dia hadir di tempat ini.
            Enam bulan yang lalu dia datang dengan pakaian yang serba tertutup, bahasa jepang yang berantakan, yang kdang membuat kami tertawa di lab karena sikap polosnya yang belum terlalu mengerti tentang Kumamoto. Dan saat itulah senyumnya mengalihkan segalanya. Ia selalu menjadi pendengar setiaku. Dia selalu mengerti akan diriku karena mungkin karena kita berada dalam laboratorium yang sama. Berbda dengan Yura yang selalu menuntutku untuk menemaninya. Ahh, kenapa aku memikirkan Tata-chan. Kami sangat berbeda. Aku hanya tersenyum.
            “Hey Sumi-chan apa kau baik baik saja? Kenapa kau senyum sendiri”
            “Kau Takumi, sepertinya kau harus memeriksakan matamu. Aku hanya diam mengerjakan laporan ini”
            “Tak mungkin salah, aku melihatnya dengan sangat jelas. Kenapa coklatmu banyak sekali. Bagi semua ya?”
“ Sudahlah, makan saja semuanya”
Seperti orang bodoh saja aku ini. Berhenti memikirkannya. Tapi kemudian aku mendengar suara derap kaki dan celoteh bahasa jepang yang kaku. Pasti itu dia. Mataku menatap pintu. Dan tentu saja, wajahnya akhirnya nampak. Seketika hatiku berteriak senang dan tersenyum menyambutnya.
“ kau sudah bertemu sensei Tata chan”
“Iya, sudah selesai. Tadi sensei bilang nanti malam akan ada celebration untuk kau, Mia-chan, dan Kazu chan atas selesainya tugas akhir kalian. Kita semua harus datang”
“Baiklah, lalu bagaimana kalau kita berangkat bersama. Kita kan searah. Daripada kau harus mengayuh sepedamu di cuaca yang sedingin ini, lebih baik kau berangkat bersamaku. Tenang saja kita tak hanya berdua. Ada Takumi dan Mia chan juga.  Bagaimana?”
“Aku?” sahut Takumi. Aku hanya menatapnya dan menyuruhnya mengangguk.
“Baiklah, aku tunggu. Terimakasih Sumi-chan”
Tentu saja aku senang mendengarnya mau pergi bersamaku.  Walaupun sebenarnya beramai ramai lebih tepatnya. Tapi dengan begitu aku bisa melihatnya lebih dekat dan lama. Cukup seperti itu aku merasa bahagia.
***
Liana Permata
            Malam pun sudah tiba. Aku duduk menunggu kedatangan teman-temanku untuk menghadiri undangan sensei. Walau rasa malas seringkali menyerang ketika harus menghadiri pesta di negeri ini, karena di setiap pesta pasti akan ada sake.
Kring... kring... kring...
Hp-ku berbunyi. Ternyata panggilan dari Indonesia.
“Apa kabar Ta?”
“Baik A’, ni lagi mau keluar ama sensei. Tapi tenang aja Tata tetap jaga janji Tata kok. Jangan cemburu yak. Gak akan jauh jauh deh”
“Siapa bilang cemburu? Jalan aja sama siapapun. Boleh kok dapet yang lain, asalkan orang asli Jepang. Hehehe..”
“Yakin A’? Nggak nyesel? Boleh tu dicoba.” Setelah itu terdengar bunyi klakson mobil di depan apartemen.
“Tata pergi dulu ya A’, uda dijemput teman. See you next time.”
Setelah mengakhiri telepon dari Aa’, aku segera keluar dari apartemen menemui teman-teman yang sedang menungguku. Hingga akhirnya kami berangkat menuju tempat makan dengan sensei.
Di sebuah tempat makan kami berhenti, sensei memang belum datang karena kami datang lebih awal. Lebih baik kami yang menunggu sensei daripada sensei harus menunggu kami. Tapi sesampainya disana yang kulakukan adalah menyapa Kazu-chan.
“Konbanwa Kazu chan! Congratulation. Apa rencanamu setelah selesai kuliah. Apakah kamu juga akan lanjut lagi?
“Emm, aku belum berpikir sampai sana Tata-chan. Mungkin aku akan bekerja terlebih dahulu. Lalu bagaimana denganmu Tata-chan? Bukankah sebentar lagi study-mu juga akan selesai? Apa rencanamu?”
“Iya, mungkin aku akan segera kembali ke Indonesia.”
“Apa kau tak ingin menetap di Jepang. Menikah dengan orang Jepang mungkin? hahaha..”
“I don’t think of that. Aku terlalu berbeda dengan kalian semua disini kecuali kalau kamu memintaku untuk tinggal disini, mungkin bisa kupertimbangkan. Bukan begitu Kazu?” Aku sedikit mengangkat alisku dan tersenyum padanya. Kazu hanya tersenyum menanggapiku.
***
Yoshuka Sumigawa
            Selesai memarkir mobil, aku berlari ke dalam resataurant mencari sosok gadis itu. Tapi aku hanya melihat Takumi dan yang lainnya. Aku tak melihatnya. Cepat sekali ia menghilang. Aku berjalan mengelilingi restaurant mencari sosoknya. Hingga aku melihatnya di suatu sudut bersama Kazu-chan. Raut wajahnya terlihat berbeda. Mereka saling tersenyum satu sama lain. Tapi kenapa aku merasa tidak nyaman melihat mereka. Rasanya sedikit sesak. Aku berdiri di balik tiang di belakang mereka. Tentu saja mereka tak akan melihatku, tapi aku bisa melihat mereka dan mendengar apa yang mereka katakan.
“Iya, mungkin aku akan segera kembali ke Indonesia.”kata Tata-chan. Aku baru menyadarinya, gadis itu memang pendatang dan dia akan segera kembali ke negerinya. Tapi kenapa begitu cepat.
“Apa kau tak ingin menetap di Jepang. Menikah dengan orang Jepang mungkin? hahaha..”Kazu bertanya padanya, dan  hatiku berdebar-debar menunggu jawabannya. Aku berharap dia akan tinggal di negeri ini. Tapi, jawabannya segera membuyarkan lamunanku.
“I don’t think of that. Aku terlalu berbeda dengan kalian semua disini kecuali kalau kamu memintaku untuk tinggal disini, mungkin bisa kupertimbangkan. Bukan begitu Kazu?” Jawab Tata.
Apa yang barusan dia bilang, apa aku tidak salah dengar. Aku melangkah meninggalkan mereka berdua, kembali bersama yang lain. Tapi aku hanya terdiam mengingat apa yang dikatakan Tata-chan. Apakah gadis itu menyukai Kazu-chan. Mereka terlihat begitu dekat.
Tak lama kemudian sensei datang, dan kami pun mulai menikmati hidangan. Sesekali ku melihatnya ia sedang tersenyum terhadap Kazumi. Pikiranku mulai melayang dan bertanya-tanya apa mereka sudah resmi pacaran. Aku segera meraih gelas sake di depanku.
***
Liana Permata
Jepang mungkin akan menjadi salah satu tempat yang akan aku rindukan. Tak lama lagi aku akan kembali ke negeriku. Setelah study-ku selesai maka aku akan segera pulang ke tanah air. No matter what. Aa’ masih menungguku disana. Setelah makan malam selesai, sensei langsung berpamitan untuk pulang dan menyuruh kami untuk bersenang-senang terlebih dahulu.
“Sumi chan, kenapa kau hanya diam dari tadi?” Tanya Takumi
Aku reflex menoleh ke arah Sumigawa, dan aku juga menyadari apa yang dikatakan Takumi. Aku belum mendengar Sumi berbicara dari tadi. Ia cenderung diam sejak sampai di tempat ini, padahal tadi waktu berangkat ia banyak bicara.
“Ah, iya benar Sumi-chan. Apa kau tak enak badan?” Tanyaku. Dia hanya menggeleng dan meneguk sakenya.
Semua orang mulai menikmati sake, kecuali aku.  Sumi chan melangkah mencari udara segar di luar, namun dari belakang aku melihat langkahnya gontai. Sepertinya ia mabuk berat. Aku berjalan mengikutinya dari belakang dan membantunya berjalan.
“Apa kau baik-baik saja Sumi chan? Sepertinya kau sudah harus berhenti minum.” Dia hanya menggeleng, duduk di sebuah kursi kembali meneguk sake yang ia pegang. Dia kembali meracau.
“Mia chan duduklah disini.” Aku menoleh ke belakang, tak ada Mia chan disini. Ah, pasti dia terlalu mabuk hingga menganggapku Mia chan. Aku hanya bertanya dalam hati, apakah Sumi chan menyukai Mia chan. Hmm.. Entahlah. Aku pun duduk disampingnya mendengarkan racauan seorang pemabuk.
“Mia-chan, aku menyukainya, sangat-sangat menyukainya. Bahkan mungkin aku sangat mencintainya. Tapi dia dan Kazuto sepertinya sangat cocok bersama. Bagaimana ini? Kau pernah bilang padaku bahwa  suatu saat aku akan tunduk pada gadis kawaii itu, dan ternyata kau benar. Aku jatuh cinta padanya.”
“Siapa dia?”
“Liana Permata. I love her too much.” Aku tersedak mendengarnya. Apa yang baru aku dengar. Ceracauan seorang pemabuk. Kemudian aku melihatnya menitikkan air mata. Kemudian dia terlelap. Hingga kemudian Takumi datang menghampiri kami dan mengantarkan kami pulang.
***
Keesokan harinya aku kembali menjalani aktifitas di kampus. Dan terlihat bahwa Sumigawa Nampak seperti biasanya. Mungkin semalam ia hanya mabuk dan pastinya ia tak mengingat apa yang ia katakan tadi malam. Kenyataannya memang benar, ia tak mengungkit masalah kemarin. Ia hanya diam, bahkan hanya sepatah dua patah kata sapaan pun tidak. Tak seperti biasanya yang setiap aku datang pasti dia menyapaku. Hmm, apa yang terjadi, mungkin ia hanya sedang sibuk. Aku pun tak mendekat. Aku menganggap kejadian kemarin hanya semata-mata ia lakukan karena mabuk. Tak ada arti lain.
“Hai Ta, minggu depan ada seminar di Universitas Tokyo, sensei bilang aku juga harus mengajakmu, sekalian nanti kita bisa berlibur di Tokyo. Apa kau mautanya Kazuto
“ Wah boleh, ide yang bagus. Sumi chan, kau pasti juga akan ikut kan?” tanyaku, namun dia tak sedikitpun menoleh ke arahku. Benar- benar orang aneh, kataku dalam hati. Apa memang dia lupa dengan apa yang pernah dikatakannya malam itu.
“ Mungkin aku tidak”, sela Sumigawa.
“Tentu saja Tata. Aku sudah mengajaknya jauh jauh hari, tak mungkin ia lupa.” Kazuto yang menjawab.
***
Dua tahun berlalu sangat cepat. Study-ku di Jepang berakhir dan aku akan kembali ke Indonesia. Aku tidak sabar ingin segera kembali ke tanah air. Bulan-bulan terakhir aku berada di negeri sakura, bermain bersama teman-teman. Tapi ada 1 hal yang ganjil. Sumi-chan, ia berubah menjadi pribadi yang pendiam akhir-akhir ini. Sejak malam itu. Ah, aku tak tahu apa yang dikatakannya malam itu, ia hanya mabuk. Mungkin ia salah, tapi ia tak pernah membahasnya, pasti ia lupa. Dan aku pun tak pernah ingin membahasnya.
***
Yoshuka Sumigawa
Bodoh, bodoh, bodoh. Celetukku pada diriku sendiri. Minggu depan ia akan pergi. Mungkin ia tak kan pernah kembali lagi kesini. Tapi aku tak bisa menahannya, menatap matanya saja aku tak bisa. Aku takut, takut jika aku mengatakan semuanya ia akan lebih jauh. Padahal aku masih punya kesempatan bertemu dengannya seminggu lagi. Aku hanya ingin bisa melihat senyumnya. Seminggu saja. Cukup berada di dekatnya dan melihat ia selalu tersenyum. Cukup. Cukup sebatas itu.
***
            Awalnya aku tak ingin mengantar kepergiannya, namun kemudian aku berlari menyusulnya di bandara. Aku ingin dia tahu apa yang aku rasakan. Aku berharap ia mengerti dan tinggal. Setidaknya nanti ia akan kembali. Aku berlari dan terus berlari. Tepat saat ia masuk ke boarding pass. Aku berteriak memanggilnya.
“Tata, tunggu.” Ia berhenti menatapku. Aku mendekat
“Aku ingin mengatakan bahwa aku...aku....aku...aku...ah”
“Apa Sumi chan?
“Aku mencintaimu. Bisakah kau tinggal disini”
“Aku tahu. Kau mengatakannya malam itu saat kau mabuk. Tapi maaf aku harus kembali. Seseorang sudah menungguku disana dan aku akan menikah tahun depan. Maafkan aku Sumi-chan. Kau pasti akan menemukan gadis yang lebih baik lagi dan kau akan bahagia. Banyak orang yang menyukaimu.” Ia tersenyum. Aku hanya menahan air mataku, mataku panas dan berair, tapi aku tersenyum menatapnya, dan pergi menjauh.
            Aku pikir kepergiaannya akan membuat kehidupanku kembali normal, tapi semuanya salah. Pikiranku mulai kacau, setiap saat aku masih melihat bayangannya. Ia berjalan di sampingku, tersenyum bahagia. Aku kembali menegak alkohol, dan aku masih melihatnya ada disampingku. Aku terjatuh dan gelap.