Thursday, September 19, 2013

Yang Terbaik ituuu...

Kamu tak akan pernah tahu seperti apa kamu besok, yang kamu tahu  hanya kamu yang sekarang dan hari ini. Kamu tak akan pernah tahu seperti apa besok. Yang kamu tahu tentang esok adalah rencanamu. kamu berencana akan menjadi apa besok, tapi tak kan pernah tahu hasilnya seperti apa. karena Tuhan yang telah menentukan segalanya. Manusia boleh berencana tapi Tuhan yang menentukan. Dan yang terbaik itu adalah yang Tuhan tentukan untuk umat-Nya.

Wednesday, September 4, 2013

Ayah, Ini AKU

Lama nggak bikin cerpen nih...Ini ada cerpen tapi nggak terlalu panjang-panjang banget ceritanya. bagus atau tidak juga tergantung pembaca. Jangan lupa cerita ini hanya fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama, cerita, lokasi itu tidaklah sengaja..Maaf ya guys, bukan bermaksud menyinggung..hehehehe...Yuk, dibaca ceritanya. Judulnya sudah teretra di atas...


***
Mendengar, merasakan tapi hanya diam yang kulakukan. Berpura-pura untuk tidak mendengarnya. Berpura-pura tidak mempedulikannya. Sesungguhnya aku tak pernah mengertimu sejak dulu. Apa aku ini seorang egois yang tak pernah peduli akan dirimu ataukah aku seorang keras kepala yang tak pernah mendengarkanmu? Yang manakah diriku dihadapanmu,karena kurasa hanya itu yang kau lihat dari diriku. Tak ada yang lain.
***
Pagi yang indah, tapi hanya bagi mereka bukan untukku. Hari libur yang menyenangkan, tapi hanya bagi mereka bukan untukku. Hari minggu berjalan begitu cepat, tapi hanya bagi mereka bukan untukku. Bagi mereka yang ingin menikmati libur bersama orang-orang terdekat mereka bukan untukku yang senantiasa menikmati kesendirian. Minggu pagiku hanya untuk meregangkan otot, mencari udara segar di bawah pohon-pohon yang menghembuskan oksigen dan dikelilingi angin yang menerbangkan dedaunan. Apa yang aku cari, aku hanya mencari ketenangan. Berlari dan terus berlari hingga aku merasa lelah. lelah untuk melawan diriku sendiri.
Di bawah pohon sejenak aku berhenti, merasakan kesejukkan angin berhembus. Tepat di depanku ada anak kecil yang berlari bahagia. ia menari di atas rumput. Menari, melompat dan tertawa bahagia. Terlihat gadis itu anak usia  4 tahun. ia berlari mendekati seseorang. kali ini orang itu lebih besar darinya. yang 1 seperti gadis usia 10 tahun, yang mungkin adalah kakaknya dan yang satu adalah ibu mereka. Mereka trelihat tertawa bahagia. Aku ingin melihat jelas wajah mereka. lihatlah 2 gadis kecil itu sedang tersenyum senang, tapi ibu mereka seperti ada menyimpan sesuatu di dalam tawanya. Ibu itu menatap ke kejauhan seperti menunggu kedatangan seseorang. Lalu tak lama kemudian datanglah seorang pria dewasa menghampiri mereka. Ibu itu pun tersenyum. Si gadis 10 tahun langsung mendekati pria dewasa itu dan berteriak, "Ayah..." Ibu dan gadis itu mendekati pria itu. tapi dimana gadis kecil itu berada, kenapa ia tak berhambur juga mendekati ayahnya. Tunggu dulu, ternyata ia berada di belakang ibunya menyembunyikan wajahnya. wajahnya penuh ketakutan. lalu si ibu menuntun anak itu mendekati pria tadi lalu pelan-pelan ibu itu menyuruh sang anak untuk berkata "Ayah:. tapi si gadis kecil ini hanya berteriak, "Paman". Ibunya pun berkata, " Nak, ini ayahmu. panggil ayah ya". Si gadis kecil hanya menggelengkan kepalanya. Si ibu pun berkata pada sang ayah, " maaf mas, sepertinya doia masih takut sama kamu, maklumi aja dari dia lahir baru ketemu kamu ini. nanti lama-lama juga terbiasa." Sia ayah pun sepertinya tak terlalu peduli, ia langsung bermain dengan gadis yang lebih besar tadi. Wajah si gadis kecil tadi menyiratkan rasa ketakutan, ia hanya terus bersembunyi di belakang rok ibunya. Sangat berbeda dengan apa yang tadi ia lakukan, menari dan melompat tidak lagi ia lakukan. Sekarang ia hanya bersembunyi. Aku penasaran ingin melihat wajah mereka dengan jelas. kau berusaha mendekat. Sepertinya aku pernah melihat anak kecil itu, tapi dimana. Aku pun terkejut saat seoraang menepukku. Astaga, itu tadi hanya bayanganku. Dan aku baru menyadari 1 hal, gadis kecil itu adalah aku.
" Kenapa kamu melamun Ra?" Tanya seorang yang tadi menepukku
"Gak papa Ca, hanya capek aja"...
"Oooo...ya sudahlah istirahat disini dulu aja. Eh itu ada Tante Nanda, sepertinya di mengarah  ke kita deh, hae Tante.."teriak Icha, namun aku hanya mendengus.
"Eh Icha dan Sera, nggak lanjut larinya"
"Masih Lelah Tante.."
"Oooo,,,Eh Ra, Ayahmu nggak pulang Lebaran ini? Sejak Ibumu ngak ada Tante nggak pernah lihat ayahmu. Kamu sudah ketemu?"
"Sudah Tante, sepertinya nggak pulang."
"Yang sabar ya Ra, orang kayak gitu nggak usah..." belum selesai Tante Nanda berbicara, aku sudah memotongnya dan pamit untuk pergi. Aku hanya mencari alasan untuk tidak mendengarkan kata-kata tante nanda, karena itu yang selalu ia aktakan ketika ketemu aku, begitu juga dengan Tante-Tante lain. mereka punya pertanyaan yang sama setiap waktu.
Jujur aku bosan dengan pertanyaan mereka, pertanyaan yang jelas aku tahu akan mengarah kemana. pati menanyakan dimana ayahku berada, masih sering ditemui nggak, masih sering diberi ung saku atau nggak. Setiap kali mereka bertanya akau hanya mengangguk. Meskipun yang terjadi adalah sebaliknya. Ayahku tidak akan mencari atau mencoba menemuiku, kecuali aku yang menemuinya. Tidak pernah menghubungiku. Seperti itukah ayah itu. Kenapa teman-temanku selalu menceritakan tentang ayahnya yang sering menghubunginya, menegurnya ketika salah, menasihatinya untuk hidup yang baik. Tapi aku dan ayahku tak seperti itu. Aku hanya menganggap ini adalah caranya mendewasakan aku. aku tak peduli.
"Aku pulang" kakiku melangkah memasuki rumah
"Makan dulu Ra, masakan spesial ni"
"Yakin spesial kak, jangan-jangan ini baru uji coba terus gagal dan arasanya aneh"
"Coba aja deh, nggak kalah ama masakn ibu"
"Ehmm..."aku coba melahap 1 makanan dengan muka sedikit masam
"kenapa nggak enak ya?aku buang saja kalau gitu, kita ganti makan makanan yang lain.."
"Jangan cemberut gitu dong kakakku yang cantik, makanannya sanagat enak kok. Coba deh.."
"Ra,,"
"Ehmm,,,ada apa kak?"
"Ayah kemarin bilang sesuatu ke kakak.. Ayah bilang ia mau kamu ikut di kartu keluarga kakak. Ayah nggak bikin KK dengan namamu."
"Ehmm, sambelnya pedas sekali. pake cabe berapa sih kak. Aku ambil minum dulu ya.." Aku berlari mengambil air di lemari es, berharap kakak tidak melanjutkan katanya. Karena aku lelah. Ingin rasanya menitikkan air mata, tapi aku takut akan membebaninya. lebih baik seperti ini, aku tak tahu apa-apa.
Aku pun kembali ke tempat makan, dan tepat saja kakak tidak melanjutkan pernyataannya tadi, dan kami pun makan seperti biasa.
2 minggu setelah kejadian itu aku dan kakak menemui ayah. Aku hanya berharap akan melihat ayah yang berbeda. AKu hanya ingin meliat ayah seperti ayah teman-teman yang lain. Mungkin aku kekanak-kanakkan akarena masih menginginkan hal seperti anak kecil. tapi dengan sikap keras kepalaku, aku tak bisa. AKu tak bisa mendekatinya lebih dulu. karena sejak kecil aku memang tidak dekat.
Di rumah ayah, aku mendengar hal yang tidak ingin ku dengar. Waktu itu aku hanya ingin memejamkan mata sejenak. namun ketika hendak bangun keluar kamar, dari balik pintu aku mendengar sebuah percakapan. Semua tentangku. Ayahku hanya membicarakan masalah kebanggaan, kebanggaan bahwa semua yang kudapat sampek sekarang ini aku bisa menempuh pendidikan yang tinggi adalah karena beliau. kebanggaan bahwa semua yang kudapat adalah karenanya. Aku hanya berdiam di balik pintu, tanpa berkata sepatah katapun. Aku hanya mengingat bagaimana perjuangan almarhumah ibuku dulu. Bagaimana beliau dengan susahnya mencari uang untuk sekolahku. Di saat ayahku mulai mogok dengan dunia kerjanya, ibulah yang senantiasa berusaha. Di saat kondisi keuangan yang kritis pun ibu masih terus berusaha agar aku bisa sekolah tinggi, sedangkan ayah hanya diam tak peduli. Tapi sat ini ia dengan bangga menceritakan semua ini karenanya, aku hanya diam. Namun aku menitikkan air mata ketika mengingat perjuangan ibu. lalu kali ini perbincangan pun berlanjut tentangku.
"Tapi lo pak, uda dewasa gini anakku itu masih penakut lo. Dia nggak pernah berani ngomong sama orang. Dia itu pendiam banget. Masih sperti anak kecil. Sukanya bermain."
Saat itu aku hanya tersenyum getir. AKu hanya bertanya, sejak kapan ayah mengenalku. sejak kapan ayah peduli dennganku. Sejak kapan ayah tahu kehidupanku. Bagaimana aku bertahan 4 tahun tanpa dirimu. Bagaimana aku bertahan hidup dengan uang yang aku punya, tanpa sedikitpun uang darimu. bagaimana aku berjuang dengan kerigatku mendapatkan sedikit uang untunk menyambung hidupku. Apakah ayah peduli. Aku rasa tidak. Cobalah lihat, Ayah, ini Aku anakmu. Sebegitu tak mengenal diriku kah? AKu hanya menitikkan air mata dari balik pintu melihat orang yang seharusnya terdekat denganku sama sekali tidak mengenalku. yah, aku akan tetap menjadi egois dan keras kepala. Aku memang tidak pernah bisa dekat denganmu. Anggap saja aku tak pernah tahu dan tak pernah mendengarnya. terserah engkau menganggapku anak atau bukan. Tapi Kau tetap adalah ayahku sampai kapanpun. darahmu mengalir di dalam darahku. Seoarang anak tak akan jauh dari induknya, seperti itulah aku. aku egois dan keras kepala.

***
END



Monday, September 2, 2013

SOSOK SANG KAKAK



Teruntuk pembaca setia yang tak kutahu siapa, mohon maaf lama tidak update. O iya ini juga masih suasana lebaran. Mohon maaf lahir dan Batin ya...
Tentang tema yang saya angkat dalam tulisan saya kali ini adalah sosok seorang kakak. Mungkin salah satu pembaca saya adalah sosok seorang kakak. Jujur disini saya bukan seorang kakak, tapi saya seorang adik, tapi saya tertarik untuk menyeruakkan kisah tentang sosok seorang yang sering temui dalam kehidupan saya. Jika pembaca saya seorang adik, maka sedikit renungkanlah apa yang saya tulis, mungkin kakak kalian adalah salah satu sosok yang saya tuliskan.
Ketika masih kecil, seorang adik kadang seringkali mengikuti kakaknya. Apapun yang kakaknya lakukan rasanya si adik ingin ikut kemanapun kakak pergi. Tapi terkadang kakak merasa risih karena perjalanannya tidak bebas. Ia harus membiarkan adiknya mengikutinya atau kalau tidak ia bisa dilempar sandal oleh ibu mereka. Iya tidak? Hehehe...Waktu asyiknya bermain si kakak dan adik, bercanda dengan berlebihan hingga akhirnya si adik menangis. Siapa yang salah? Pasti kakak yang pertama disalahkan, pertama dimarahi. Iya tidak? Maka wajar saja ketika terkadang kakak memukul adiknya, lhawong kakak lebih sering dipukul oleh orang tuanya.
Ketika beranjak dewasa kedekatan seorang kakak dengan adiknya sudah sedikit mulai berbeda, bahkan bisa dibilang sedikit lebih jauh karena semua mulai menjelajah kehidupan masing-masing. Jika Anda punya seorang kakak, apakah ketika di rumah Anda sering berantem dengan kakak Anda? Saling melempar bantal? Atau saling mengumpat satu sama lain? Itu hal yang biasa. Bahkan itu menunjukkan rasa sayang satu sama lain. Coba tengok kisah kakak adik berikut ini yok! Chek it out!

Sunday, September 1, 2013

Galaunya Mahasiswa Tingkat Akhir

3 tahun sudah berlalu dengan cepat, dan sekarang sudah memasuki tahun ke empat. Lalu apa artinya? Tahun keempat tahun terakhirmu kuliah S1 (kalau lulus normal amiin...).  Lalu masalahnya apa? Tahun keempat tantangan terberatmu adalah melihat masa depan bukan menjalani kuliah.
Melihat banyak orang di rumah yang telah menunggu kelulusanmu, bagaimana rasanya? nano-nano deh... dan ketika kamu lulus nanti berarti kamu harus sudah mendapatkan kerja, tak mungkinlah seorang sarjana S1 masih ikut kehidupan keluarga. paling tidak kamu harus bisa menghidupi dirimu sendiri dengan uang yang kamu hasilkan. Let's try and see!