Karya Original
Author : Owner of RED's GALLERY
SATU
Langit sore
tak lagi cerah. Matahari pun sudah bersembunyi di balik hitamnya gumpalan awan
mendung. Angin berhembus menusuk ke dalam tulang. Berbondong-bondong burung
berterbangan pertanda hari akan hujan. Namun ia terus melangkah melewati
dinginnya angin. Ia sedang dikejar waktu. Ia hanya memegang sebuah stik drum di
tangannya sambil berlari dan memegang handphone di sebelah telinga kanannya.
"Malam ini kamu datang
kan?"
"Apa?"
"Sebentar saja gak bisa ya?"
"Ya sudahlah"
"Oke, aku ngerti. Take care ya Ra."
Ia kembali
melangkahkan kakinya menuju sebuah gedung. Kini langkahnya semakin lebar hingga
ia sampai di sebuah ruangan. Semua mata
tertuju padanya. Dan sebuah tangan meraih pundaknya.
"Akhirnya kau datang juga Le,
uda jadwal kita manggung nih. Bersiap-siaplah!"
Pria pemegang stik itu hanya
mengangguk pertanda setuju.
Beberapa menit kemudian sudah sbuah
suara dari atas panggung sudah meneriakkan sebuah nama yang diiukuti riuh suara
penonton.
ZEOLIT ZEOLIT ZEOLIT
Please welcome to us Zeolit Band!
Datanglah
ke atas panggung, 5 orang pria tampan dengan gaya khas mereka masing-masing.
Mereka menamakan diri mereka Zeolit. Band y digawangi oleh Zean sang leader
yang juga pemegang melodi gitar, Ozi sang vokalis, Leo drumer, Indra bassist
dan Theo pianist n violist. Mereka menuju panggung satu persatu dengan gaya
khas masing-masing. Penampilan mereka ditutup dengan suara tepuk tangan
penonton.
Sesampainya di belakang panggung, mereka berkumpul
seperti biasa.
“Leo,
hari ini kamu kenapa? Sepertinya kondisimu kurang baik. ” tanya Zean sang
leader.
“Dia tak
datang lagi. Bukankah seperti itu Leo?” Ledek Theo
“Maksudmu
si cewek misterius berkacamata itu The.”
“Hemmm,,,”
Theo mengangguk.
“Hey,
dia punya nama tahu. Namanya Sera” Sahut Leo
“Eizz,
dia sewot. Kalian uda jadian ya? Kenapa nggak kenalin ke kita sih.”
“Gimana
kalau kita undang dia ke pesta besok.”
“Dia tak
suka pesta. Tapi akan kucoba. Aku pergi dulu ya.”
Sementara
Leo pergi, empat sekawan masih berbincang di ruang ganti.
“Gimana
ceritanya cowok kayak Leo bisa tertarik pada gadis cupu misterius itu?” tanya
Ozi penasaran.
“Kau
tahu, ini namanya misteri alam.”celetuk Indra sambil memukul kepala Ozi.
“Kalian
salah. Ini sejatinya cinta. Ia tak memandang siapa dan apa untuk datang. Dan ia
juga tak kenal waktu. Kali ini, ia datang pada Leo. Dan Sera adalah cintanya.
Ia gadis yang misterius tapi baik hati. Leo beruntung mendapatkannya. Meskipun dia gadis yang cuek, ia gadis setia akan cinta yang telah dipilihnya." Kata Theo dengan wajah
seriusnya.
Semua
mata tertegun menatap Theo curiga.
“Sebentar,
bagaimana kau mengenal gadis itu? Jangan-jangan...” tanya Zean penasaran.
“Apa?
Hey, kenapa kalian menatapku seperti itu? Sudahlah, aku pergi dulu.” Ujar Theo
sambil berlalu.
“Hemm,
ada yang tidak beres di antara mereka.” Ujar Zean sambil menirukan gaya
berbicara Kogoro Mori dalam serial Conan yang sedang menyelidik sesuatu.
***
Malam itu Theo melangkahkan kakinya
menuju sebuah tempat. Ia menghentikan langkahnya di depan sebuah toko kue.
Ia tidak melangkah masuk ke dalam toko.
Ia hanya memandang toko itu dari seberang jalan. Ya, di dalam toko itu berdiri
sesosok gadis. Gadis berkacamata dengan rambut yang diikat di belakang.
Gadis itu sudah berjalan keluar toko.
Namun, ia masih berdiri dengan tegak di depan toko. Sesekali ia hanya menengok
ke kanan dan kiri seperti sedang menunggu seseorang. Theo masih mengamatinya
dari seberang. Ia hendak melangkah menyeberang jalan. Kemudian ia kembali
berhenti karena dari sudut lain ia melihat sesosok pria dengan stik drum di
saku belakangnya melangkah tersenyum mendekati gadis itu. Pria itu adalah Leo,
dan tentu saja gadis yang sedari tadi dilihat dari seberang adalah Sera.
Theo tersenyum kecil dan melangkahkan
kaki berbalik. Tak ada kata yang ia ucapkan. Ia hanya melangkahkan kaki pulang
ke rumah. Ia berjalan santai dengan kedua tangan masuk ke dalam saku.
Theo
udah sampai di depan rumah yang berada di ujung gang. Lampu rumahnya sudah
menyala, pertanda ada orang di rumah.
“Aku
pulang”, sapa Theo.
“Kau
baru pulang, dari mana saja? Bukankah konsermu uda selesai dari tadi sore.”
Tanya seorang pria dengan pensil dan kertas bergambar gedung-gedung di
depannya.
“Jalan-jalan,
cari angin bentar.”jawab Theo singkat.
“Kau ke
tempat gadis itu lagi?” katanya
“Haaa?”
“Tak
usah panik kali. Aku melihatmu di depan trotoar depan toko kue tadi”
“Kenapa
kau tak memanggilku?”
“Malas
mengganggu orang yang lagi galau”
“Hey, apa
maksudmu?” Theo menimpuknya dengan bantal.
“Eizz,
gambarku jadi rusak kan, ni gara-gara kau, Theo” ia kembali melemparkan bantal
kepada Theo.
“Hey,
kenapa kau tak pernah memanggilku kakak. Seharusnya kau memanggilku Kakak.”
“Mana
ada, Kau lebih terlihat seperti anak kecil dibandingkan aku”
Theo
menjitak kepala adiknya. Dan adiknya hanya meringis kesakitan tanpa melawan
lagi.
“Kak,
kenapa kau tak segera bilang ke gadis itu?”
“Tak ada
yang perlu aku katakan padanya.”
“Kau
perlu bantuan untuk bilang padanya kalau kau menyukainya. Kau tulis aja surat,
atau bikinin lagu untuknya. Nanti aku antarkan deh. Aku kan sefakultas ama dia.
Mau tidak?”
“Tak ada
yang perlu aku katakan. Dia sudah berpacaran dengan Leo. Sepertinya mereka
terlihat bahagia. Mereka pasangan yang cocok bukan?”
“Kau
perlu aku hibur? Tapi sepertinya tidak. Kau sudah bisa menghibur dirimu sendiri
dengan pianomu.”
“Adik
pintar, Kau mengerti aku sekali. Pergi ke atas dulu ya. Jangan lupa bikin
desain rumah buatku yang bagus”
Theo melangkah menuju atap. Disana nampak ada piano
berwarna hitam yang berada di ujung ruangan. Ia datang mendekat. Ia mulai
memainkan tuts-tuts piano dengan jari lentiknya. Kali ini pianonya mengeluarkan
lagu baru. Ya, lagu ini lagu yang belum pernah ia mainkan sebelumnya. Ia mulai
menulis lagu tersebut di secarik kertas.
Like a star
You light up my heart
Show me the meaning of love
But it’s too late for me
You have gone
With the other love
But You’re still like a star
Always light up my heart
Still like a star girl
Ia
menyanyikan senandung lagunya dengan segenap jiwa. Ia teringat masa-masa dimana
ia mulai bertemu dengan gadis itu. Setiap hari ia menghabiskan waktu menunggu
gadis itu keluar toko kue. Ia hanya sekali menegur sapa gadis itu, dan itu
adalah saat dimana Leo ada bersamanya untuk berkenalan dengan gadis itu. Hingga
akhirnya, tertinggal seribu langkah oleh Leo. Bahkan Leo tak pernah tahu bahwa
Theo memiliki rasa terhadap Sera. Yang Leo tahu saat itu hanya gadis itu. Dan ia jatuh
cinta saat pertama kali melihatnya.
***
Esok hari dalam pesta Zeolit Band di sebuah kafe di ujung
jalan mereka berkumpul. Zean, Indra, Ozi, dan Theo sudah datang lebih awal
menempati sebuah bangku di atap. Tak lama kemudian, Leo datang. Ia tak sendiri,
ia sudah menggandeng Sera di sebelahnya.
“Hey
Guys, kenalin ini Sera” Leo mengenalkan diiringi dengan tundukan kepala Sera.
“Mana
Theo?” Tanya Leo
“Tuh,
Lho...kemana perginya tuh anak, tadi ada disebelahku.”
Sementara saat itu, tanpa disadari oleh siapapun Theo
melangkahkan kaki pergi ke toilet. Ia sengaja menghindari tatapan dengan Sera
dan Leo sekaligus. Ia lebih memilih menyendiri sejenak. Kali ini tanpa ia
sadari Hp-nya tertinggal di dalam toilet. Dan Theo berpapasan dengan Leo di
depan toilet.
“Hey,
kapan kau datang?” Sapa Theo
“Barusan,
eh bentar, Aku ke toilet bentar ya. Temenin Sera di depan. Ntar dia diapa-apain
tuh ama anak-anak.” Kata Leo
“Eh,,iya.”
Jawab Theo yang tak tahu harus menjawab apa saat itu.
Sesampainya di toilet, Leo melihat Hp
yang ia kenal. Di baliknya terdapat tulisan T. Tentu saja ia langsung bisa
menebak kalau itu Hp punya Theo. Leo mempunyai niat jahil untuk mengerjai si
Theo. Ia membuka gallery Hp Theo. Matanya tercengang melihat sosok-sosok yang
terjepret dalam bingkai foto di Hp Theo. Ia melihat sosok-sosok Sera ada di
dalamnya. Lalu ia mulai membuka gallery musiknya, dan ia mendengarkan lagu baru
Theo. Ia pun menitikkan air matanya. Hatinya berasa seperti tersayat pisau. Ia
merasa menjadi sahabat yang paling buruk. Mencintai orang yang dicintai oleh
sahabatnya sendiri. Ia merasa menjadi orang kejam.
Leo mengamati perbincangan Sera
bersama sahabat-sahabatnya dari balik tiang. Ia belum berani menampilkan wajah
di hadapan mereka. Ia pun memilih pergi meninggalkan mereka. Ia hanya
mengirimkan pesan pendek kepada Zean.
From : Leo
To: Zean
Ze, tolong minta Theo buat
nganterin Sera. Ak plg dulu. Bunda telp minta anter k dokter. Thx.
Leo menyalakan motornya meninggalkan
kafe. Ia pergi ke pantai untuk menenangkan diri. Hingga malamnya ia memutuskan untuk
menemui Sera dan Theo.
***
Malam
itu, Leo pergi ke tempat Sera. Kebetulan saat itu Sera baru datang bersama
Theo.
“Eh Leo,
cepat banget tadi pergimu,“ kata Theo
Belum
sempat menjawab apa-apa, Leo hanya mendekat ke Sera. “Ra, sorry. Aku cuma mau
bilang lebih baik kita break dulu saat ini. Sorry.” kata Leo sambil berlalu
mengambil motor.
Sera tak pernah mengerti dengan apa yang dilakukan Leo
saat ini. Semua di luar apa yang ia kehendaki. Ia hanya berpikir bahwa Leo akan
ada disampingnya hingga akhir. Tapi kenyataan berkata bahwa semua berakhir hari
ini.
“Kenapa?
Kenapa dengan mudahnya kamu bilang kayak gini. Segampang itu kah kamu
memutuskan hubungan kita. Leo tolong jawab.” Teriak Sera sambil meneteskan air
mata.
Melihat hal itu, Theo geram. Ia merasa marah terhadap
Leo. Ia tak tinggal diam melihat Leo yang telah pergi memacu motornya menjauh.
Theo segera menyusul. Leo menghentikan motornya di tepi pantai. Disusul dengan
kedatangan Theo di belakangnya. Theo sesegera mungkin turun dari motornya
menghampiri Leo. Ia melayangkan pukulan ke arah Leo. Saat itu Leo hanya diam
tak membalas. Ia hanya meringis kesakitan menahan pukulan Theo. Sementara itu,
Theo yang murka terus memukul Leo. Menyadari leo yang hanya diam saja, Theo
menghentikan pukulannya. Ia terduduk di pasir. Kemudian Leo duduk di
sebelahnya.
“ Kenapa
kau lakukan ini ke Sera Le? “Tanya Theo
Leo
merogoh sakunya dan mengambil sesuatu yang kemudian ia serahkan kepada Theo “Ini
punyamu,”
“Oh..
Ehmm,,apa kau...?” tanya Theo terputus.
“Kau
tahu, aku merasa menjadi orang terbodoh yang tidak tahu perasaan sahabatku
sendiri.Kenapa kau tak pernah bilang padaku? O iya, aku nitip Sera ya. Jaga dia
baik-baik. Aku pergi dulu. “ hanya itu yang dikatakan Leo. Sementara Theo hanya
diam tertegun. Hingga ia tersadar ketika Leo uda menyalakan motor dan
meninggalkan ia sendiri.
“Le, kau
mau kemana? Le...”
Leo berlalu pergi begitu saja. Theo belum mengerti apa
yang akan ia lakukan. Ia masih terdiam di tempat. Sementara itu, Leo sudah
memacu motornya dengan kecepatan yang tinggi di jalanan. Air mata mengalir di
matanya. Lantas ia berteriak keras sambil memacu kecepatan motornya. Semakin
lama kecepatan motornya semakin tinggi. Malam begitu gelap. Ia terus memacu
motornya melewati kelokan-kelokan dengan kecepatan tinggi. Ia melihat cahaya
yang sangat terang dari arah berlawanan. Cahaya yang sangat menyilaukan mata.
Kemudian suara klakson berbunyi lama dan sangat keras. Motornya yang dinaiki
Leo terbanting ke samping. Dan tiba-tiba pandangannya menjadi gelap.
No comments:
Post a Comment